Mohd Alfishahrin Zakaria dan Diana Latief, sepasang suami-istri yang mengendarai motor dari Malaysia ke Inggris (Facebook/Mohd Alfishahrin)
Kisah liburan sepasang suami-istri asal Malaysia ini telah banyak membuat orang terkagum-kagum.
pasangan bernama Mohd Alfishahrin Zakaria (31) dan Diana Latief (30) itu melakukan perjalanan darat dari Klang, Malaysia, menuju ke London, Inggris, dengan menggunakan sebuah motor sederhana.
Pasangan yang dijuluki "Miss Orange" itu berkendara dengan motor bermerek Honda RS150R. Bersama si roda dua, mereka telah melewati 25 negara dengan jarak tempuh perjalanan lebih dari 27 ribu kilometer.
Sebelum tiba di Ibu Kota Inggris, Zakaria dan Diana telah melalui ratusan tempat yang mengesankan. Mereka menyinggahi tempat-tempat menawan, seperti padang rumput hijau di pinggiran Thailand, dataran tinggi Nepal, perbukitan di Himalaya, kota kanal Venezia, Menara Eiffel di Paris, hingga melakukan aktivitas seperti naik balon udara panas di Cappadocia, Turki.
Keselamatan diri juga tak luput dari perhatian selama perjalanan 150 hari itu. Dikutip dari portal Berita Harian, Zakaria bercerita bahwa ia dan pasangannya sebisa mungkin akan menghindar jika dalam perjalanan ada bencana alam. Motor mereka juga selalu diservis tiap menempuh jarak 2.900 km.
Berbicara seputar biaya, perjalanan tersebut menghabiskan uang sekitar 40 ribu ringgit Malaysia, atau sekitar 130 juta rupiah. Namun, pengeluaran itu dapat tertolong berkat adanya sponsor dari sejumlah perusahaan.
Biaya yang suami istri asal Malaysia itu keluarkan untuk liburan mungkin terbilang besar, tapi sepadan dengan kenangan yang mereka dapatkan.
Jalan Kaki dan Tarik Gerobak, Pria Jepang Keliling 4 Benua
Kisah perjalanan inspiratif lainnya turut dilakukan seorang pria Jepang ini.
Tepat pada malam tahun baru 2009, pria bernama Masahito Yoishida yang berasal dari Kota Tottori memutuskan untuk berjalan kaki keliling dunia. Ia melihat dari dekat kota-kota terpencil yang terisolasi dari dunia, bersua dengan orang-orang di sana.
Total, ia menempuh 40.000 kilometer, mengarungi empat benua, bermodalkan kaki, sambil menarik gerobak beroda dua berisi barang bawaannya.
Destinasi pertama adalah Cape Roca, di perairan Portugis. Ia tiba di sana Agustus 2010 lalu, setelah menempuh jarak 16 ribu kilometer melalui Asia Tengah dan Eropa.
Lalu, ia naik pesawat menuju Benua Amerika. Di sana selama setahun, ia berjalan kaki dari Atlantic City, New Jersey, di Amerika Serikat menuju ke Vancouver, Kanada.
Akhir 2011 lalu, ia nyaris kehabisan semua uangnya. Jadi, ia melamar kerja sambilan untuk mengumpulkan uang yang digunakan untuk membiayai perjalanannya.
Dari Kanada, lalu ia terbang ke Melbourne, Australia, melakukan perjalanan ke Darwin, lalu Singapura, dan kembali ke China. Hingga akhir perjalanannya, ia menghabiskan tujuh sepatu yang semuanya nyaris bolong.
"Selama perjalanannku, tiga kali aku merasa hidupku dalam bahaya. Namun, perjalanan itu juga memberiku kesempatan untuk merasakan kebaikan banyak orang," ujar Yoshida.
Tepat pada malam tahun baru 2009, pria bernama Masahito Yoishida yang berasal dari Kota Tottori memutuskan untuk berjalan kaki keliling dunia. Ia melihat dari dekat kota-kota terpencil yang terisolasi dari dunia, bersua dengan orang-orang di sana.
Total, ia menempuh 40.000 kilometer, mengarungi empat benua, bermodalkan kaki, sambil menarik gerobak beroda dua berisi barang bawaannya.
Destinasi pertama adalah Cape Roca, di perairan Portugis. Ia tiba di sana Agustus 2010 lalu, setelah menempuh jarak 16 ribu kilometer melalui Asia Tengah dan Eropa.
Lalu, ia naik pesawat menuju Benua Amerika. Di sana selama setahun, ia berjalan kaki dari Atlantic City, New Jersey, di Amerika Serikat menuju ke Vancouver, Kanada.
Akhir 2011 lalu, ia nyaris kehabisan semua uangnya. Jadi, ia melamar kerja sambilan untuk mengumpulkan uang yang digunakan untuk membiayai perjalanannya.
Dari Kanada, lalu ia terbang ke Melbourne, Australia, melakukan perjalanan ke Darwin, lalu Singapura, dan kembali ke China. Hingga akhir perjalanannya, ia menghabiskan tujuh sepatu yang semuanya nyaris bolong.
"Selama perjalanannku, tiga kali aku merasa hidupku dalam bahaya. Namun, perjalanan itu juga memberiku kesempatan untuk merasakan kebaikan banyak orang," ujar Yoshida.
0 komentar:
Posting Komentar