Photo :Ilustrasi satelit.Anomali atau gangguan yang terjadi pada Satelit Telkom 1 pada Jumat, 25 Agustus 2017, pekan lalu, membuat penasaran perusahaan operator asing asal Amerika Serikat bernama ExoAnalytic Solutions, Inc.
Menurut CEO ExoAnalytic, Douglas Hendrix, pihaknya telah melacak objek di orbit geostasioner (GEO) dan menemukan bukti baru bahwa satelit milik perusahaan telekomunikasi pelat merah itu kemungkinan hancur berkeping-keping.
Perusahaan yang bermarkas di California ini menggunakan algoritma untuk meninjau data yang dikumpulkan oleh jaringan globalnya dari 165 teleskop optik untuk anomali, di mana salah satu instrumennya ada di Australia Timur, yang melihat satelit tersebut 'tampaknya terlepas'.
Menanggapi analisa tersebut, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menyanggahnya. Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin menegaskan, beredarnya video yang ditampilkan oleh ExoAnalytic Solution di platform YouTube mereka adalah salah dan tidak benar telah terjadi kebocoran pada tangki bahan bakar dari roket kendali Telkom 1.
"Video itu tidak menggambarkan Telkom 1 hancur. Video itu menunjukkan adanya semburan yang saya duga kebocoran bahan bakar roket kendalinya. Tidak ada pecahan satelit. Karena adanya semburan itu, tampaknya sikap satelit berubah, yang menyebabkan hilangnya komunikasi dengan sekian banyak VSAT yang digunakan ATM," ujar Thomas , 2 September 2017.
lihat video nya disini <<
Dia menjelaskan bahwa objek di sekitar Telkom 1, bukan pecahan satelit, tetapi bintang-bintang yang tampak bergeser (drift) karena teleskop diset mengikuti gerak satelit. Karena kebocoran bahan bakar itu, pusat kendali Telkom 1 tidak bisa lagi mengubah sikap satelit, walau komunikasi pusat kendali dengan satelit masih bisa dilakukan.
Karena satelit tidak mungkin lagi dikendalikan, maka Telkom memutuskan untuk mematikan sistem pada satelit tersebut. Artinya, operasional Telkom 1 secara resmi dihentikan. Thomas pun menegaskan bahwa Telkom 1 kini sudah menjadi sampah antariksa. Meski demikian, apabila video itu dicermati, memang terlihat seperti ada serpihan yang terlepas dan ada bagian yang pecah, yang ia duga terkait dengan semburan tersebut.
"Ya, bahan bakar roket kendali itu adalah bagian dari Telkom 1," ujarnya.
Sebelumnya, ExoAnalytic melacak sekitar 2.000 obyek di orbit geostasioner, beberapa di antaranya ukurannya kecil sekitar 20 sentimeter. Dari jumlah tersebut, sekitar seperempatnya merupakan satelit - gabungan milik militer, cuaca, dan komunikasi - dan sisanya adalah puing-puing.
Menurut Hendrix, peristiwa puing 'tidak terkendali' di orbit geostasioner relatif jarang terjadi. Walaupun ada kekhawatiran bahwa dirinya mungkin akan semakin terbiasa menyaksikan lebih banyak satelit di wilayah yang maha luas dan berharga ini.
Satelit Telkom 3S Siap Meluncur.
Satelit Telkom 1 resmi tidak bisa beroperasi kembali. Itu merupakan Hasil investigasi yang dilakukan PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk bersama Lockheed Martin.
Oleh karena itu, telah disiapkan satelit pengganti Telkom 1, yakni Telkom 4. Direktur Utama Telkom, Alex J Sinaga mengatakan, sejak tahun lalu, pihaknya sudah merencanakan untuk meluncurkan Satelit Telkom 4 pada pertengahan 2018.
"Bulan Agustus tahun depan kita memang ingin mengganti Satelit Telkom 1 di slot orbitnya, 108 Bujur Timur, dengan Telkom 4. Jumlah kapasitas satelit baru ini lebih besar dari kapasitas satelit sebelumnya," kata Alex di Jakarta,
Hal ini, lanjut Alex, sebagai upaya memenuhi kebutuhan transponder yang kian meningkat. Dengan begitu, slot orbit yang dahulu diisi Telkom 1 akan kosong karena di-suspend.
Meski begitu, pihaknya menjamin kalau slot yang kosong itu tidak akan 'direbut' oleh satelit dari negara lain, lantaran sudah membuat laporan dan administrasi ke International Telecommunication Union (ITU).
"Telkom 4 akan mengover ASEAN. Ini modelnya B2B dan akan diluncurkan di Amerika Serikat," tuturnya. Dengan tidak berfungsinya Telkom 1, maka tugas selanjutnya mengawal ketat agar peluncuran Telkom 4 terlaksana sesuai jadwal.
0 komentar:
Posting Komentar